BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Membahas tentang pokok bahasan pandangan dan pemikiran filsafat sejarah
abad modern, dipenuhi oleh para pemikir filsuf yang menjelaskan tentang bagaimana
pandangan – pandangan sejarah, salah satunya adalah tokoh filsuf Oswald
Spengler di abad modern. Dimana perbedaan antara pemikiran filsuf abad
pertengahan dan modern sangatlah berbeda, yang membedakannya adalah para filsuf
abad pertengahan lebih mendasari pandangannya kepada agama, sedangkan pemikiran
filsuf pada abad modern mendasari
pandangannya kepada realita kehidupan yang terjadi pada manusia. Dari yang akan
dibahas tentang pandangan dan pemikiran filsafat sejarah menurut Oswald
Spengler di abad modern, akan jelas perbedaannya jika dibandingkan dengan para
filsuf di abad pertengahan. Pandangan dan pemikiran filsuf di abad modern lama
kelamaan semakin maju dan pandangan – pandangan
yang didasari dari agama pun mulai tak terlihat di abad ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Biografi Oswald Spengler ?
1.2.2
Bagaimana Pandangan dan Pemikiran Sejarah Spekulatif menurut Oswald Spengler ?
1.2.3
Bagaimana proses pola gerak Sejarah Oswald Spengler ?
1.2.4
Apa motor penggerak Sejarah Oswald Spengler ?
1.2.5
Bagaimana Arah dan Tujuan dari proses gerak Sejarah Oswald Spengler ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1.3.1.1
Untuk mengetahui biografi Oswald Spengler.
1.3.1.2
Untuk mengetahui dan memahami bagaiaman pandangan dan pemikiran sejarah menurut
Oswald Spengler.
1.3.1.3
Untuk mengetahui dan memahami proses pola gerak sejarah.
1.3.1.4
Untuk mengetahui motor penggerak sejarah.
1.3.1.5
Untuk mengetahui dan memahami arah dan tujuan dari proses gerak sejarah.
1.3.2 Manfaat
1.3.2.1
Dari rumusan masalah diatas akan dijelaskan pada bab pembahasan, diharapkan
akan mempemudah dalam mengetahui dan memahami pokok bahasan “Pandangan dan
pemikiran filsafat sejarah spekulatif abad modern (Oswald Spengler ) yang
mencakup biografi, pengertian, pandangan dan fikiran,proses pola gerak, motor
penggerak dan arah tujuan dari sejarah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi
Oswald Spengler
Oswald
Spengler seorang tokoh fisuf yang lahir 29 Mei pada tahun 1880 di Blankenburg
di kaki pengunungan Harz di Jerman Utara, beliau adalah anak tertua dari empat
bersaudara dan satu – satunya anak laki – laki. Ayahnya adalah seorang teknisi
pertambangan yang berasal dari garis panjang mineworkes, beliau adalah
seorang pejabat pos Jerman birokrasi. Spengler adalah seorang tokoh yang hidup
dalam kesederhanaan dengan tinggal dirumah kelas menengah, beliau meninggal
pada tahun 1936.
Ketika Oswald Spengler
berusia sepuluh tahun beliau berserta keluarganya pindah ke kota Universitas
Halle. Spengler mempelajari sastra atau sejarah yunani kuno, matematika, dan
sains di Munich, Berlin, dan Halic. Beliau juga mengembangkan afinitas kuat
untuk seni khususnya puisi, drama, dan musik. Kemudian Spengler memperoleh
gelarnya sebagai doktor dan sertifikat mengajar pada tahun 1904 untuk dua disertasi.
Spengler sempat mengajar di Saarbrucken dab Dusseldorf sebelum mengajar di
sebuah Gymnasium Hamburg (1908). Pada saat itu Gymnasium baru saja berdiri dan
hanya memiliki staf pengajar, disini beliau mengajar bahasa Jerman, sejarah,
matematika, dan sains.
Pada tahun 1910 ibu beliau
meninggal, beliau memperoleh warisan dari ibunya dimana harta warisan yang
ditinggalkan ibunya cukup banyak, seiring dengan pecahnya perang dunia I aliran
harta warisan ibunya dari luar negeri dihentikan. ia memutuskan untuk tetap
mengajar sampai pada tahun berikutnya, sebelum akhinya memutuskan untuk
berlatih menjadi penulis. Beliau mengawali menulis karya dengan sebuah buku
yang diberi judul Konservatif dan Liberal, dimana cakupan buku tersebut dirasa
meluas saat penelitiannya berkembang. Menjelang pecahnya perang, penyusunan
buku yang kemudian diberi judul Der Untergang des Abendlandes.
Sejak penerbitan Der
Untergang des Abendlandes yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris “The Decline
of the West” dianggap sebagai karya yang monumental yang berisi tentang
mengkaji fenomena pembentukan kebudayaan secara komparatif dengan komposisi
yang cenderung lebih berbentuk puisi, retorika, intuisi pribadi, dan wawasan
spiritual khusus tentang ide sejarah daripada berbentuk uraian yang metodis,
analisis yang logis dan sistematis. Pada tahun 1918 para sejarawan merasa
bingung terhadap karya Spengler, hampir secara keseluruhan mereka mencela karya
tersebut karena dianggap sebagai karya yang spekulatif, penuh kesalahan dan bahkan
dianggap tidak masuk akal oleh para sejarawan pada masa itu.
2.2 Pandangan dan Pemikiran
Sejarah Spekulatif pada Abad Modern Menurut Oswald Spengler
Menurut Oswald Spengler,
Kebudayaan merupakan makhluk organis alamiah yang timbul, tubuh, mekar, dan
menua sehingga tertimpa kehancuran. Spengler mengemukakan suatu konsepsi yang
berbeda tentang gerak sejarah dan interprestasi khusus tentang pertumbuhan dan
kehancuran kebudayaan. Konsepsi biologis
dari kebudayaan ini diuraikan spengler secara terperinci dalam karyanya The
Decline of the West, banyak persoalan esensial yang dikemukakannya tampak
gamblang.
Pertama – tama, beliau
menyerukan dilancarkannya revolusi Copernicean dalam pengkajian sejarah yang
meluruskan para sejarawan Eropa yang berpandangan bahwa kebudayaan mereka
merupakan kutub tetap bagi semua kebudayaan dan menjadi ukuran bagi kebudayaan
– kebudayaan lain, seperti halnya pandangan para ahli sebelum Copernicus
berdalil bahwa planet bumi tidaklah bergerak dan menjadi poros semua planet.
. Dengan
revolusi seperti itu, dalam memahami sejarah, kita bisa mengkaji setiap
kebudayaan secara teliti karena ia merupakan mahkluk organis yang mandiri dan
memiliki sifat – sifat mahkluk organis. Karena setiap kebudayaan merupakan
mahluk mandiri yang sepenuhnya terlepas dari kebudayaan lainnya dan tidak ada
jalan bagi setiap kebudayaan untuk berhubungan dengan kebudayaan lainnya,
setiap kebudayaan, dalam kedudukannya sebagai mahkluk organis dan wujud yang
hakiki, tetap merupakan kesatuan yang menutup diri. Kesamaan dalam objek dan
gaya pengungkapan antara satu kebudayaan dan kebudayaan lainya menurut Spengler
hanyalah merupakan ilusi. Itu hanya merupakan kesamaan dalam lahir saja, tidak
sampai pada subtansinya. Sebab, setiap kebudayaan merupakan ekspresi tentang
suatu semangat dan jiwa sedangkan semangat dan jiwa suatu kebudayaan yang satu
berbeda dengan semangat dan jiwa kebudayaan lainya
Atas dasar itu, Spengler menyatakan perlunya pengkajian setiap
kebudayaan dalam kedudukannya sebagai kesatuan yang mandiri atau lingkaran
tertutup, yang tidak ada hubungannya dengan
kebudayaan lain, kecuali melalui jalur – jalur khusus yang tidak memperbolehkan
tumbuhnya suatu pengaruh yang tidak sesuai dengan subtansi kebudayaan itu.
Teori baru dalam memahami sejarah ini dikemukakan Spengler ketika ia memutuskan
untuk melakukan sekali lagi apa yang telah dilakukan Copernicus sebelumnya. Ini
dilakukannya dengan pernyataannya, dengan atas nama ruang yang tidak terbatas,
bahwa semangat Barat dalam hal yang berkenaan dengan alam sejak lama telah
melakukan revolusi demikian, ketika Barat meninggalkan sistem kosmos menurut
teori Ptolemean dari penganut sistem kosmos yang diterima sekarang.
Dari sinilah Spengler
berpendapat, bahwa ia harus melepaskan diri dari ide pembagian sejarah menjadi
tiga periode, yaitu sejarah zaman kuno, sejarah zaman pertengahan, dan sejarah
zaman modern. Menurutnya, pembaggian zaman seperti ini tidak mempunya landasan
yang kokoh, tidak bermakna, dan tidak dibenarkan rasio. Akan tetapi menurutnnya,
pembagian itu begitu mendominasi pemikiran para sejarawan Barat yang
berpendapat bahwa kawasan eropa adalah pusat real umat manusia karena ia
merupakan kawasan unikyang dipilih diatas bola bumi tanpa sebab yang jelas,
kecuali karena bangsa – bangsa eropa tinggal diatas kawasan itu. Oleh karena
itu, metode Barat mengenai pembagian zaman sejarah ini disebut Spengler dengan
metode Ptolomean.
Kritik revolusioner atas
dasar metode – metode penelitian sejarah yang selama ini menimbukan akibat –
akibat lain, yang dianggap perlu dan benar oleh Spengler, di antarannya adalah
tinjauan objektif atas sejarah memerlukan pengkajian atas kebudayaan –
kebudayaan yang tidak melibatkan diri dalam kebohongan yang tidak terhormat
dalam membahas sumber – sumbernya dan dampak – dampak luar atas pertumbuhan dan
perkembangannya. Jadi, tidak ada suatu interprestasi terhadap suatu kebudayaan
yang keluar dari kebudayaan itu sendiri, kecuali demi perbandingan saja. Dia berpendapat
bahwa para sejarawan yang menyatakan adannya hubungan antara kebudayaan, yaitu
hubungan antara sebab dan akibat, telah melakukan kekeliruan. Sebab, mereka
memaksudnnya dengan ide pengaruh dan keterpengaruhan, padahal keserupaan yang
merek lihat pada sebagian citra dan kondisi antara satu satu kebudayaan dan
kebudayaan lainnya hanyalah keserupaan dalam manifestasi luarnya saja. Bahkan
ia hanya semacam pembentukan semu yang terjadi sewaktu suatu kebudayaan lama
telah tersebar luas berurat akar dikawasan kebudayaan baru, yang membuat kebudayaan baru itu sulit
berkembang secara alamiah. Karena kebudayaan baru tersebut tidak mampu
mengembangkan pola kekhasannya, terhalanglah perkembangan kesadarannya terhadap
dirinya sendiri.
Segala sesuatu yang timbul
dari relung – relung semangatnnya yang masih lemah ini dengan cepat terjerumus
kedalam pola – pola kosong yang ditinggalkan oleh kebudayaan lama, yang
sebenarnnya asing baginnya. Itulah kritik keras Spengler terhadap metode penelitian historis yang berkembang pada abad
18 dan 19, sebagai akibat sikap kritisnya terhadap teori sejarah yang bergerak
maju. Patut dicatat pula bahwa terjadinnya perang dunia I, dengan segala derita
dan malapetakanya, telah membuat sebagian penulis bersikap pesimistis dan menentang
teori sejarah yang bergerak secara maju tersebut. Boleh jadi, Spengler dengan
karyanya, merupakan juru bicara kelompok penentang ini, yang bahkan dengan
berani, mengganti teori tersebut dengan hukum kausalitas logis yang erat
kaitannya dengan ide dan nasib.
Untuk memahami teori baru
ini, menurut Spengler, “kita memerlukan pengalaman hidup, bukan pengalaman
ilmiah yang bersifat mekanistis. Kita memerlukan bakat intuisi, bukan bakat
yang berhubungan dan merangkai, dan kita memerlukan kedalaman, bukan rasio.”
atas dasar itu, ia beranggapan bahwa setiap maujud (yang dijadikan) memiliki
logika organisasi hidup, yang logika instingtif yang mirip impian dan lawan
logika anorganis, yaitu logika benak. Agar lebih memahami pengertian kausa dan
nasib menurut Spengler ini, berikut kutipan uraian Abdurrahman Badawi
“kausalitas adalah hal yang logis, hukum, hal yang bisa diungkapkan, dan ia
adalah pertanda wujud kita seluruhnnya yang sadar dan rasional, Adapun nasib
adalah keyakinan batin yang oleh manusia hendaknnya tidak diberinya (sifat)
atribut, dan tidak diungkapkan. Dalam mengadakan interprestasi, kausalitas menganilis
konsepsi – konsepsi dan pengungkapannya dengan bahasa bilangan, sedangkan nasib
tidak bisa diungkapkan, kecuali melalui seni, melalui bentuk atau cerita
teateral ataupun petikan musik. Jadi yang pertama ditegakkan di atas analisis
atau penghancuran, sementara yang kedua ditegakkan diatas penciptaan.
Kisah kebudayaan, menurut
Spengler, adalah kisah yang tiada hentinya. Pada masa depan akan ada kebudayaan
– kebudayaan yang tidak terhitung jumlahnnya. Kebudayaan Barat hanyalah
merupakan salah satu dari kebudayaan – kebudayaan itu, yang para pemiliknya
sedang terbuai dalam cinta diri yang membuat mereka berpandangan bahwa
kebudayaan mereka adalah pusat semua kebudayaan. oleh karena itu, filsuf
sejarah harus mengadakan kajian perbandingan atas komposisi – komposisi khusus
dari kebudayaan – kebudayaan itu.
Pengkajian atas komposisi
kebudayaan, menurut Spengler adalah pengkajian atas pola jenis kehidupan dan
ritme historisnya. Melalui kajian ini, sang filsuf berharap dapat menyajikan
kategori – kategori esensial yang bisa menjelaskan perkembangan historis
kebudayaan – kebudayaan itu secara terperinci. Meskipun penyerupaan kebudayaan
dengan mahkluk hidup, dari segi pertumbuhan, perkembangan, ketuaan dan
kehancurannya, yang dilakukan Spengler ini terlalu berlebihan, hendaklah tidak
mendorong kita untuk berpendapat bahwa ia tidak mengkaji kebudayaan – kebudayaan
dalam kedudukannya sebagai fenomena spiritual yang tenggelam dalam lingkungan –
lengkungan fisik. Sebab, kebudayaan menurut Spengler adalah kebangkitan
spiritual suatu kelompok manusia yang terefleksikan dalam berbagai kegiatan
mereka, baik dalam seni, filsafat, politik, ekonomi maupun perang.
Dalam pengertian demikian,
konsepsi kelompok itu, yang dibatasi oleh ruang tempat mereka hidup dan
melaksanakan kegiatan – kegiatan mereka, adalah bidang ungkapan tentang
kebangkitan spiritual itu. Konsepsi yang dibatasi ruang ini, menurut Spengler,
merupakan simbol pertama kebudayaan dan kunci real guna memahami sejarah
kebudayaan. Lahirnya suatu kebudayaan, menurut Spengler, terjadi “pada saat
jiwa yang besar bangkit dan terpisah dari kondisi spiritualitas pertama masa
anak – anak mempunyai gambaran seperti halnnya timbulnya batas dan keabadian
dari pembatasan, dan ia tumbuh dalam lahan lingkungan yang sepenuhnya bisa
dibatasi dengan tetap terikat dengan seperti terikatnya tumbuhan lahan tempat
ia tumbuh.”
Dengan lahirnnya
kebudayaan baru, anarki mutlak yang sebelumnya begitu dominan berubah menjadi
tunduk pada kehendak sistem kreatif yang mendorong penciptaan dalam berbagai
bidang kultural. Vitalitas kreativitas dalam kebudayaan itu akan tetap
berlangsung samapai ia memasuki periode tua, setelah melalui periode remaja dan
periode muda. Kemampuannya untuk memberi telah pudar dan menjadi seperti pohon
yang kehilangan keremajaannya dan kegairahan hidupnnya. Hilangnnya periode
penciptaan kulturalnya dan masuklah ia pada perode pencitarasaan materil dan
tinjauan intelektual. Dengan demikian, kebudayaan pun berubah menjadi
peradapan, dan rasio mendominasi manifestasi – manifestasi pemikiran, segala
sesuatu tunduk pada logika sebab – akibat, mekanisme murni menjadi yang lebih
dominan, dan kreativitas artitis dan filosofis mejadi sirna. yang kemudian,
yang tertinggal hanyalah kehancuran.
2.4 Pola dan Irama Gerak Sejarah
Oswald Spengler
Pandanganya
terhadap gerak sejarah didasarkan atas kehidupan organis yang dikuasai oleh hukum siklus yaitu gerak lingkar. Oleh karena
itu ia dapat meramalkan kebudayaan eropa yang telah mencapai kejayaanya
pasti akan mengalami keruntuhanya. Karena menurutnya kebudayaan eropa sudah
mencapai usia tua dan sesuai dengan hokum siklus akan segera runtuh
Menurut
Ankersmit, umumnya terdapat tiga hal yang
menjadi kajian filsafat
sejarah spekulatif, yaitu pola
gerak sejarah, motor
yang menggerakkan proses sejarah, dan tujuan gerak sejarah. Kini mari
kita beralih pada
uraian tentang seorang filosof
sejarah lain yaitu Oswald Spengler (meninggal pada tahun 1936 ). Karya Oswald Spengler yang
berpengaruh adalah Der Untergang des Abendlandes (Decline of the West) atau
Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa. Ramalan itu
didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil
Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama dengan
kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan
kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Hukum itu
tampak pada siklus:
No
|
Alam
|
Manusia
|
Tumbuhan
|
Hari
|
Kebudayaan
|
1
|
Musim Semi
|
Masa kanak
|
Masa Pertumbuhan
|
Pagi
|
tumbuh
|
2
|
Musim Panas
|
Masa pemuda
|
Masa Perkembangan
|
Siang
|
Berkembang
|
3
|
Musim Rontok
|
Masa dewasa
|
Masa Berbuah
|
Sore
|
Kejayaan
|
4
|
Musim Dingin
|
Masa Tua
|
Masa Rontok
|
Malam
|
Keruntuhan
|
Proses gerak sejarah kebudayaan manusia bergerak secara “spiral” perpaduan
gerak siklus dan linear, seperti tabel yang ada di atas bahwa setiap kebudayaan
bergerak secara siklikal melaui empat tahap atau masa perkembangan yang semua
berakhir pada kehancuran atau kematian (Civilized).
2.4 Motor Peggerak Sejarah Oswald
Spengler
Motor penggerak sejarah Schicksal
(hukum alam atau nasib), Pola gerak
kehidupan kebudayaan dalam segalanya sama dengan kehidupan
obyek organik lainnya seperti kehidupan hewan, tumbuh - tumbuhan, manusia, dan lain
sebagainnya. Bahkan sama pula dengan pola gerak
kehidupan alamiah.
2.5 Arah dan Tujuan Gerak Sejarah
Oswald Spengler
Gerak sejarah tidak bertujuan (Amor Fati) suatu kecuali
melahirkan, membesarkan, mengembangkan, dan meruntuhkan kebudayaan,
itulah tujuannya. Mempelajari
sejarah tujuannya ialah untuk mengetahui tingkat suatu kebudayaan seperti seseorang individu yang seorang
dokter menentukan sifat penyakit seorang yang sakit, sesudah diagnose
ditentukan, nasib
kebudayaan itu dapat diramaikan sehingga untuk
seterusnya pemilik kebudayaan itu dapat menentukan sikap hidup.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Oswald
Spengler seorang tokoh fisuf yang lahir 29 Mei pada tahun 1880 di Blankenburg
di kaki pengunungan Harz di Jerman Utara, beliau adalah anak tertua dari empat
bersaudara dan satu – satunya anak laki – laki. Ayahnya adalah seorang teknisi
pertambangan yang berasal dari garis panjang mineworkes, beliau adalah
seorang pejabat pos Jerman birokrasi. Spengler adalah seorang tokoh yang hidup
dalam kesederhanaan dengan tinggal dirumah kelas menengah, beliau meninggal
pada tahun 1936.
Menurut Oswald Spengler, Kebudayaan merupakan makhluk organis alamiah yang
timbul, tubuh, mekar, dan menua sehingga tertimpa kehancuran. Spengler
mengemukakan suatu konsepsi yang berbeda tentang gerak sejarah dan
interprestasi khusus tentang pertumbuhan dan kehancuran kebudayaan. Konsepsi biologis dari kebudayaan ini diuraikan
spengler secara terperinci dalam karyanya The Decline of the West, banyak
persoalan esensial yang dikemukakannya tampak gamblang.
Proses gerak sejarah kebudayaan manusia bergerak secara “spiral” perpaduan
gerak siklus dan linear, seperti tabel yang ada di atas bahwa setiap kebudayaan
bergerak secara siklikal melaui empat tahap atau masa perkembangan yang semua
berakhir pada kehancuran atau kematian (Civilized). Motor penggerak sejarah
Schicksal (hukum alam atau nasib), arah dan arah gerak sejarah tidak bertujuan
(Amor Fati).
DAFTAR PUSTAKA
Moeflin
Hasbullah, M. A. dan Dedi Supriyadi, M. Ag. 2012. Filsafat Sejarah. Bandung:
Pustaka Setia.