Rabu, 07 Januari 2015

Biodata

Fakultas/Program Studi : FKIP/Pendidikan Sejarah
NIM : 130210302012
Akademik Masuk : 20131
IDENTITAS DIRI
 
Nama : Clara Venia Leilafatkur Rizqi
No. Telp : 085288799567
Alamat Email : clara.fathurrizky@gmail.com
Akun Twitter :
Kota Lahir : Propinsi JAWA TIMUR KABUPATEN JEMBER
Tanggal Lahir : 22 Feb 1995

Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar mengajar.  Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan.

Disamping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pengajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia.

Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang media pengajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994 : 6)

•    Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar;
•    Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan;
•    Seluk-beluk proses belajar;
•    Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan;
•    Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran;
•    Pemilihan dan penggunaan media pendidikan
•    Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan;
•    Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran;
•    Usaha inovasi dalam media pendidikan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’.  Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.

Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut Media Pembelajaran.

2. Manfaat Media Dalam Pembelajaran 
Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan media pengajaran.  Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pengajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa kuasai setelah pengajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa.  Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.

Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien.  Tetapi secara lebh khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci Kemp dan Dayton (1985) misalnya, mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu :

1.    Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan
2.    Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
3.    Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
4.    Efisiensi dalam waktu dan tenaga
5.    Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa
6.    Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja
7.    Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar
8.    Merubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.

Selain beberapa manfaat media seperti yang dikemukakan oleh Kemp dan Dayton tersebut, tentu saja kita masih dapat menemukan banyak manfaat-manfaat praktis yang lain.  Manfaat praktis media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut :

1.    Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar

2.    Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya

3.    Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu

4.    Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karya wisata.  Kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang.

3. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Media Pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya.  Mulai yang paling kecil sederhana dan murah hingga media yang canggih dan mahal harganya.  Ada media yang dapat dibuat oleh guru sendiri, ada media yang diproduksi pabrik.  Ada media yang sudah tersedia di lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan pembelajaran

Meskipun media banyak ragamnya, namun kenyataannya tidak banyak jenis media yang biasa digunakan oleh guru di sekolah.  Beberapa media yang paling akrab dan hampir semua sekolah memanfaatkan adalah media cetak (buku).  selain itu banyak juga sekolah yang telah memanfaatkan jenis media lain gambar, model, dan Overhead Projector (OHP) dan obyek-obyek nyata.  Sedangkan media lain seperti kaset audio, video, VCD, slide (film bingkai), program pembelajaran komputer masih jarang digunakan meskipun sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar guru.

Anderson (1976) mengelompokkan media menjadi 10 golongan sbb :

No
Golongan Media
Contoh dalam Pembelajaran
I
Audio
Kaset audio, siaran radio, CD, telepon
II
Cetak
Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
III
Audio-cetak
Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
IV
Proyeksi visual diam
Overhead transparansi (OHT), Film bingkai (slide)
V
Proyeksi Audio visual diam
Film bingkai (slide) bersuara
VI
Visual gerak
Film bisu
VII


Audio Visual gerak, film gerak bersuara, video/VCD, televisi
VIII
Obyek fisik
Benda nyata, model, specimen
IX
Manusia dan lingkungan
Guru, Pustakawan, Laboran
X
Komputer
CAI (Pembelajaran berbantuan komputer), CBI (Pembelajaran berbasis komputer).[7]

4. Pemilihan Media Pembelajaran
Beberapa penyebab orang memilih media antara lain adalah :
a.  bermaksud mendemosntrasikannya seperti halnya pada kuliah tentang media;
b.  merasa sudah akrab dengan media tersebut,
c. ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih kongkrit; dan
d.merasa bahwa media dapat berbuat lebih dari yang bisa dilakukannya.
Jadi dasar pertimbangan untuk memilih media sangatlah sederhana, yaitu memenuhi kebutuhanatau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak.  Mc. Connell (1974) mengatakan bila media itu sesuai pakailah “If The Medium Fits, Use It!” 

Dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologi yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media adalah sebagai berikut :

1.    Motivasi
2.    Perbedaan individual
3.    Tujuan pembelajaran
4.    Organisasi isi
5.    Persiapan sebelum belajar
6.    Emosi
7.    Partisipasi Umpan balik
8.    Penguatan (reinforcement)
9.    Latihan dan pengulangan
10.    Latihan dan pengulangan
11.    Penerapan.  


Sabtu, 13 Desember 2014

Silabus Kurikulum 2013 SMA (II)


https://fatkoer.wordpress.com/2013/07/17/silabus-lengkap-jenjang-sma-kurikulum-2013/

Silabus RPP Kurikulum 2013 SMA

http://silabus-rpp-kurikulum-2013.blogspot.com/

Rabu, 10 Desember 2014

Peraturan Menteri Pendidikan tahun 2014 nomor 049

https://www.its.ac.id/files/file/permen_tahun2014_nomor049.pdf

Rabu, 03 Desember 2014

FILSAFAT SEJARAH SPEKULATIF ABAD MODERN

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Membahas tentang pokok bahasan pandangan dan pemikiran filsafat sejarah abad modern, dipenuhi oleh para pemikir filsuf yang menjelaskan tentang bagaimana pandangan – pandangan sejarah, salah satunya adalah tokoh filsuf Oswald Spengler di abad modern. Dimana perbedaan antara pemikiran filsuf abad pertengahan dan modern sangatlah berbeda, yang membedakannya adalah para filsuf abad pertengahan lebih mendasari pandangannya kepada agama, sedangkan pemikiran filsuf  pada abad modern mendasari pandangannya kepada realita kehidupan yang terjadi pada manusia. Dari yang akan dibahas tentang pandangan dan pemikiran filsafat sejarah menurut Oswald Spengler di abad modern, akan jelas perbedaannya jika dibandingkan dengan para filsuf di abad pertengahan. Pandangan dan pemikiran filsuf di abad modern lama kelamaan semakin maju dan pandangan – pandangan  yang didasari dari agama pun mulai tak terlihat di abad ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Biografi Oswald Spengler ?
1.2.2 Bagaimana Pandangan dan Pemikiran Sejarah Spekulatif menurut Oswald Spengler ?
1.2.3 Bagaimana proses pola gerak Sejarah Oswald Spengler ?
1.2.4 Apa motor penggerak Sejarah Oswald Spengler ?
1.2.5 Bagaimana Arah dan Tujuan dari proses gerak Sejarah Oswald Spengler ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1.3.1.1 Untuk mengetahui biografi Oswald Spengler.
1.3.1.2 Untuk mengetahui dan memahami bagaiaman pandangan dan pemikiran sejarah menurut Oswald Spengler.
1.3.1.3 Untuk mengetahui dan memahami proses pola gerak sejarah.
1.3.1.4 Untuk mengetahui motor penggerak sejarah.
1.3.1.5 Untuk mengetahui dan memahami arah dan tujuan dari proses gerak sejarah.
1.3.2 Manfaat
1.3.2.1 Dari rumusan masalah diatas akan dijelaskan pada bab pembahasan, diharapkan akan mempemudah dalam mengetahui dan memahami pokok bahasan “Pandangan dan pemikiran filsafat sejarah spekulatif abad modern (Oswald Spengler ) yang mencakup biografi, pengertian, pandangan dan fikiran,proses pola gerak, motor penggerak dan arah tujuan dari sejarah.



















BAB II PEMBAHASAN

2.1 Biografi Oswald Spengler
            Oswald Spengler seorang tokoh fisuf yang lahir 29 Mei pada tahun 1880 di Blankenburg di kaki pengunungan Harz di Jerman Utara, beliau adalah anak tertua dari empat bersaudara dan satu – satunya anak laki – laki. Ayahnya adalah seorang teknisi pertambangan yang berasal dari garis panjang mineworkes, beliau adalah seorang pejabat pos Jerman birokrasi. Spengler adalah seorang tokoh yang hidup dalam kesederhanaan dengan tinggal dirumah kelas menengah, beliau meninggal pada tahun 1936.
            Ketika Oswald Spengler berusia sepuluh tahun beliau berserta keluarganya pindah ke kota Universitas Halle. Spengler mempelajari sastra atau sejarah yunani kuno, matematika, dan sains di Munich, Berlin, dan Halic. Beliau juga mengembangkan afinitas kuat untuk seni khususnya puisi, drama, dan musik. Kemudian Spengler memperoleh gelarnya sebagai doktor dan sertifikat mengajar pada tahun 1904 untuk dua disertasi. Spengler sempat mengajar di Saarbrucken dab Dusseldorf sebelum mengajar di sebuah Gymnasium Hamburg (1908). Pada saat itu Gymnasium baru saja berdiri dan hanya memiliki staf pengajar, disini beliau mengajar bahasa Jerman, sejarah, matematika, dan sains.
            Pada tahun 1910 ibu beliau meninggal, beliau memperoleh warisan dari ibunya dimana harta warisan yang ditinggalkan ibunya cukup banyak, seiring dengan pecahnya perang dunia I aliran harta warisan ibunya dari luar negeri dihentikan. ia memutuskan untuk tetap mengajar sampai pada tahun berikutnya, sebelum akhinya memutuskan untuk berlatih menjadi penulis. Beliau mengawali menulis karya dengan sebuah buku yang diberi judul Konservatif dan Liberal, dimana cakupan buku tersebut dirasa meluas saat penelitiannya berkembang. Menjelang pecahnya perang, penyusunan buku yang kemudian diberi judul Der Untergang des Abendlandes.
            Sejak penerbitan Der Untergang des Abendlandes yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris “The Decline of the West” dianggap sebagai karya yang monumental yang berisi tentang mengkaji fenomena pembentukan kebudayaan secara komparatif dengan komposisi yang cenderung lebih berbentuk puisi, retorika, intuisi pribadi, dan wawasan spiritual khusus tentang ide sejarah daripada berbentuk uraian yang metodis, analisis yang logis dan sistematis. Pada tahun 1918 para sejarawan merasa bingung terhadap karya Spengler, hampir secara keseluruhan mereka mencela karya tersebut karena dianggap sebagai karya yang spekulatif, penuh kesalahan dan bahkan dianggap tidak masuk akal oleh para sejarawan pada masa itu.
2.2 Pandangan dan Pemikiran Sejarah Spekulatif pada Abad Modern Menurut Oswald Spengler
            Menurut Oswald Spengler, Kebudayaan merupakan makhluk organis alamiah yang timbul, tubuh, mekar, dan menua sehingga tertimpa kehancuran. Spengler mengemukakan suatu konsepsi yang berbeda tentang gerak sejarah dan interprestasi khusus tentang pertumbuhan dan kehancuran kebudayaan.  Konsepsi biologis dari kebudayaan ini diuraikan spengler secara terperinci dalam karyanya The Decline of the West, banyak persoalan esensial yang dikemukakannya tampak gamblang.
            Pertama – tama, beliau menyerukan dilancarkannya revolusi Copernicean dalam pengkajian sejarah yang meluruskan para sejarawan Eropa yang berpandangan bahwa kebudayaan mereka merupakan kutub tetap bagi semua kebudayaan dan menjadi ukuran bagi kebudayaan – kebudayaan lain, seperti halnya pandangan para ahli sebelum Copernicus berdalil bahwa planet bumi tidaklah bergerak dan menjadi poros semua planet.
            . Dengan revolusi seperti itu, dalam memahami sejarah, kita bisa mengkaji setiap kebudayaan secara teliti karena ia merupakan mahkluk organis yang mandiri dan memiliki sifat – sifat mahkluk organis. Karena setiap kebudayaan merupakan mahluk mandiri yang sepenuhnya terlepas dari kebudayaan lainnya dan tidak ada jalan bagi setiap kebudayaan untuk berhubungan dengan kebudayaan lainnya, setiap kebudayaan, dalam kedudukannya sebagai mahkluk organis dan wujud yang hakiki, tetap merupakan kesatuan yang menutup diri. Kesamaan dalam objek dan gaya pengungkapan antara satu kebudayaan dan kebudayaan lainya menurut Spengler hanyalah merupakan ilusi. Itu hanya merupakan kesamaan dalam lahir saja, tidak sampai pada subtansinya. Sebab, setiap kebudayaan merupakan ekspresi tentang suatu semangat dan jiwa sedangkan semangat dan jiwa suatu kebudayaan yang satu berbeda dengan semangat dan jiwa kebudayaan lainya
            Atas dasar itu, Spengler menyatakan perlunya pengkajian setiap kebudayaan dalam kedudukannya sebagai kesatuan yang mandiri atau lingkaran tertutup, yang tidak ada hubungannya dengan kebudayaan lain, kecuali melalui jalur – jalur khusus yang tidak memperbolehkan tumbuhnya suatu pengaruh yang tidak sesuai dengan subtansi kebudayaan itu. Teori baru dalam memahami sejarah ini dikemukakan Spengler ketika ia memutuskan untuk melakukan sekali lagi apa yang telah dilakukan Copernicus sebelumnya. Ini dilakukannya dengan pernyataannya, dengan atas nama ruang yang tidak terbatas, bahwa semangat Barat dalam hal yang berkenaan dengan alam sejak lama telah melakukan revolusi demikian, ketika Barat meninggalkan sistem kosmos menurut teori Ptolemean dari penganut sistem kosmos yang diterima sekarang.
            Dari sinilah Spengler berpendapat, bahwa ia harus melepaskan diri dari ide pembagian sejarah menjadi tiga periode, yaitu sejarah zaman kuno, sejarah zaman pertengahan, dan sejarah zaman modern. Menurutnya, pembaggian zaman seperti ini tidak mempunya landasan yang kokoh, tidak bermakna, dan tidak dibenarkan rasio. Akan tetapi menurutnnya, pembagian itu begitu mendominasi pemikiran para sejarawan Barat yang berpendapat bahwa kawasan eropa adalah pusat real umat manusia karena ia merupakan kawasan unikyang dipilih diatas bola bumi tanpa sebab yang jelas, kecuali karena bangsa – bangsa eropa tinggal diatas kawasan itu. Oleh karena itu, metode Barat mengenai pembagian zaman sejarah ini disebut Spengler dengan metode Ptolomean.
            Kritik revolusioner atas dasar metode – metode penelitian sejarah yang selama ini menimbukan akibat – akibat lain, yang dianggap perlu dan benar oleh Spengler, di antarannya adalah tinjauan objektif atas sejarah memerlukan pengkajian atas kebudayaan – kebudayaan yang tidak melibatkan diri dalam kebohongan yang tidak terhormat dalam membahas sumber – sumbernya dan dampak – dampak luar atas pertumbuhan dan perkembangannya. Jadi, tidak ada suatu interprestasi terhadap suatu kebudayaan yang keluar dari kebudayaan itu sendiri, kecuali demi perbandingan saja. Dia berpendapat bahwa para sejarawan yang menyatakan adannya hubungan antara kebudayaan, yaitu hubungan antara sebab dan akibat, telah melakukan kekeliruan. Sebab, mereka memaksudnnya dengan ide pengaruh dan keterpengaruhan, padahal keserupaan yang merek lihat pada sebagian citra dan kondisi antara satu satu kebudayaan dan kebudayaan lainnya hanyalah keserupaan dalam manifestasi luarnya saja. Bahkan ia hanya semacam pembentukan semu yang terjadi sewaktu suatu kebudayaan lama telah tersebar luas berurat akar dikawasan kebudayaan baru,  yang membuat kebudayaan baru itu sulit berkembang secara alamiah. Karena kebudayaan baru tersebut tidak mampu mengembangkan pola kekhasannya, terhalanglah perkembangan kesadarannya terhadap dirinya sendiri.
            Segala sesuatu yang timbul dari relung – relung semangatnnya yang masih lemah ini dengan cepat terjerumus kedalam pola – pola kosong yang ditinggalkan oleh kebudayaan lama, yang sebenarnnya asing baginnya. Itulah kritik keras Spengler terhadap metode  penelitian historis yang berkembang pada abad 18 dan 19, sebagai akibat sikap kritisnya terhadap teori sejarah yang bergerak maju. Patut dicatat pula bahwa terjadinnya perang dunia I, dengan segala derita dan malapetakanya, telah membuat sebagian penulis bersikap pesimistis dan menentang teori sejarah yang bergerak secara maju tersebut. Boleh jadi, Spengler dengan karyanya, merupakan juru bicara kelompok penentang ini, yang bahkan dengan berani, mengganti teori tersebut dengan hukum kausalitas logis yang erat kaitannya dengan ide dan nasib.
            Untuk memahami teori baru ini, menurut Spengler, “kita memerlukan pengalaman hidup, bukan pengalaman ilmiah yang bersifat mekanistis. Kita memerlukan bakat intuisi, bukan bakat yang berhubungan dan merangkai, dan kita memerlukan kedalaman, bukan rasio.” atas dasar itu, ia beranggapan bahwa setiap maujud (yang dijadikan) memiliki logika organisasi hidup, yang logika instingtif yang mirip impian dan lawan logika anorganis, yaitu logika benak. Agar lebih memahami pengertian kausa dan nasib menurut Spengler ini, berikut kutipan uraian Abdurrahman Badawi “kausalitas adalah hal yang logis, hukum, hal yang bisa diungkapkan, dan ia adalah pertanda wujud kita seluruhnnya yang sadar dan rasional, Adapun nasib adalah keyakinan batin yang oleh manusia hendaknnya tidak diberinya (sifat) atribut, dan tidak diungkapkan. Dalam mengadakan interprestasi, kausalitas menganilis konsepsi – konsepsi dan pengungkapannya dengan bahasa bilangan, sedangkan nasib tidak bisa diungkapkan, kecuali melalui seni, melalui bentuk atau cerita teateral ataupun petikan musik. Jadi yang pertama ditegakkan di atas analisis atau penghancuran, sementara yang kedua ditegakkan diatas penciptaan.
            Kisah kebudayaan, menurut Spengler, adalah kisah yang tiada hentinya. Pada masa depan akan ada kebudayaan – kebudayaan yang tidak terhitung jumlahnnya. Kebudayaan Barat hanyalah merupakan salah satu dari kebudayaan – kebudayaan itu, yang para pemiliknya sedang terbuai dalam cinta diri yang membuat mereka berpandangan bahwa kebudayaan mereka adalah pusat semua kebudayaan. oleh karena itu, filsuf sejarah harus mengadakan kajian perbandingan atas komposisi – komposisi khusus dari kebudayaan – kebudayaan itu.
            Pengkajian atas komposisi kebudayaan, menurut Spengler adalah pengkajian atas pola jenis kehidupan dan ritme historisnya. Melalui kajian ini, sang filsuf berharap dapat menyajikan kategori – kategori esensial yang bisa menjelaskan perkembangan historis kebudayaan – kebudayaan itu secara terperinci. Meskipun penyerupaan kebudayaan dengan mahkluk hidup, dari segi pertumbuhan, perkembangan, ketuaan dan kehancurannya, yang dilakukan Spengler ini terlalu berlebihan, hendaklah tidak mendorong kita untuk berpendapat bahwa ia tidak mengkaji kebudayaan – kebudayaan dalam kedudukannya sebagai fenomena spiritual yang tenggelam dalam lingkungan – lengkungan fisik. Sebab, kebudayaan menurut Spengler adalah kebangkitan spiritual suatu kelompok manusia yang terefleksikan dalam berbagai kegiatan mereka, baik dalam seni, filsafat, politik, ekonomi maupun perang.
            Dalam pengertian demikian, konsepsi kelompok itu, yang dibatasi oleh ruang tempat mereka hidup dan melaksanakan kegiatan – kegiatan mereka, adalah bidang ungkapan tentang kebangkitan spiritual itu. Konsepsi yang dibatasi ruang ini, menurut Spengler, merupakan simbol pertama kebudayaan dan kunci real guna memahami sejarah kebudayaan. Lahirnya suatu kebudayaan, menurut Spengler, terjadi “pada saat jiwa yang besar bangkit dan terpisah dari kondisi spiritualitas pertama masa anak – anak mempunyai gambaran seperti halnnya timbulnya batas dan keabadian dari pembatasan, dan ia tumbuh dalam lahan lingkungan yang sepenuhnya bisa dibatasi dengan tetap terikat dengan seperti terikatnya tumbuhan lahan tempat ia tumbuh.”
            Dengan lahirnnya kebudayaan baru, anarki mutlak yang sebelumnya begitu dominan berubah menjadi tunduk pada kehendak sistem kreatif yang mendorong penciptaan dalam berbagai bidang kultural. Vitalitas kreativitas dalam kebudayaan itu akan tetap berlangsung samapai ia memasuki periode tua, setelah melalui periode remaja dan periode muda. Kemampuannya untuk memberi telah pudar dan menjadi seperti pohon yang kehilangan keremajaannya dan kegairahan hidupnnya. Hilangnnya periode penciptaan kulturalnya dan masuklah ia pada perode pencitarasaan materil dan tinjauan intelektual. Dengan demikian, kebudayaan pun berubah menjadi peradapan, dan rasio mendominasi manifestasi – manifestasi pemikiran, segala sesuatu tunduk pada logika sebab – akibat, mekanisme murni menjadi yang lebih dominan, dan kreativitas artitis dan filosofis mejadi sirna. yang kemudian, yang tertinggal hanyalah kehancuran.


2.4 Pola dan Irama Gerak Sejarah Oswald Spengler
            Pandanganya terhadap gerak sejarah didasarkan atas kehidupan organis yang dikuasai oleh hukum siklus yaitu gerak lingkar. Oleh karena itu ia dapat meramalkan kebudayaan eropa yang telah mencapai kejayaanya pasti akan mengalami keruntuhanya. Karena menurutnya kebudayaan eropa sudah mencapai usia tua dan sesuai dengan hokum siklus akan segera runtuh
            Menurut Ankersmit, umumnya  terdapat  tiga hal yang  menjadi  kajian  filsafat   sejarah  spekulatif,  yaitu pola  gerak  sejarah,  motor  yang menggerakkan proses sejarah, dan tujuan gerak sejarah. Kini  mari  kita  beralih  pada  uraian  tentang seorang filosof sejarah lain  yaitu Oswald Spengler (meninggal pada  tahun 1936 ). Karya Oswald Spengler yang berpengaruh adalah Der Untergang des Abendlandes (Decline of the West) atau Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa. Ramalan itu didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Hukum itu tampak pada siklus:
No
Alam
Manusia
Tumbuhan
Hari
Kebudayaan
1
Musim Semi
Masa kanak
Masa Pertumbuhan
Pagi
tumbuh
2
Musim Panas
Masa pemuda
Masa Perkembangan
Siang
Berkembang
3
Musim Rontok
Masa dewasa
Masa Berbuah
Sore
Kejayaan
4
Musim Dingin
Masa Tua
Masa Rontok
Malam
Keruntuhan

Proses gerak sejarah kebudayaan manusia bergerak secara “spiral” perpaduan gerak siklus dan linear, seperti tabel yang ada di atas bahwa setiap kebudayaan bergerak secara siklikal melaui empat tahap atau masa perkembangan yang semua berakhir pada kehancuran atau kematian (Civilized).


2.4 Motor Peggerak Sejarah Oswald Spengler
            Motor penggerak sejarah Schicksal (hukum alam atau nasib), Pola gerak kehidupan kebudayaan dalam segalanya sama dengan kehidupan obyek organik lainnya seperti kehidupan hewan, tumbuh - tumbuhan, manusia, dan lain sebagainnya. Bahkan sama pula dengan pola gerak kehidupan  alamiah.
2.5 Arah dan Tujuan Gerak Sejarah Oswald Spengler
             Gerak sejarah tidak bertujuan (Amor Fati) suatu kecuali melahirkan, membesarkan, mengembangkan, dan meruntuhkan kebudayaan, itulah tujuannya. Mempelajari sejarah tujuannya ialah untuk mengetahui tingkat suatu kebudayaan seperti seseorang individu yang seorang dokter menentukan sifat penyakit seorang yang sakit, sesudah diagnose ditentukan, nasib kebudayaan itu dapat diramaikan sehingga untuk  seterusnya pemilik kebudayaan itu dapat menentukan sikap hidup.













BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Oswald Spengler seorang tokoh fisuf yang lahir 29 Mei pada tahun 1880 di Blankenburg di kaki pengunungan Harz di Jerman Utara, beliau adalah anak tertua dari empat bersaudara dan satu – satunya anak laki – laki. Ayahnya adalah seorang teknisi pertambangan yang berasal dari garis panjang mineworkes, beliau adalah seorang pejabat pos Jerman birokrasi. Spengler adalah seorang tokoh yang hidup dalam kesederhanaan dengan tinggal dirumah kelas menengah, beliau meninggal pada tahun 1936.
Menurut Oswald Spengler, Kebudayaan merupakan makhluk organis alamiah yang timbul, tubuh, mekar, dan menua sehingga tertimpa kehancuran. Spengler mengemukakan suatu konsepsi yang berbeda tentang gerak sejarah dan interprestasi khusus tentang pertumbuhan dan kehancuran kebudayaan.  Konsepsi biologis dari kebudayaan ini diuraikan spengler secara terperinci dalam karyanya The Decline of the West, banyak persoalan esensial yang dikemukakannya tampak gamblang.
Proses gerak sejarah kebudayaan manusia bergerak secara “spiral” perpaduan gerak siklus dan linear, seperti tabel yang ada di atas bahwa setiap kebudayaan bergerak secara siklikal melaui empat tahap atau masa perkembangan yang semua berakhir pada kehancuran atau kematian (Civilized). Motor penggerak sejarah Schicksal (hukum alam atau nasib), arah dan arah gerak sejarah tidak bertujuan (Amor Fati).








DAFTAR PUSTAKA

Moeflin Hasbullah, M. A. dan Dedi Supriyadi, M. Ag. 2012. Filsafat Sejarah. Bandung: Pustaka Setia.