Sabtu, 13 Desember 2014
Rabu, 10 Desember 2014
Rabu, 03 Desember 2014
FILSAFAT SEJARAH SPEKULATIF ABAD MODERN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Membahas tentang pokok bahasan pandangan dan pemikiran filsafat sejarah
abad modern, dipenuhi oleh para pemikir filsuf yang menjelaskan tentang bagaimana
pandangan – pandangan sejarah, salah satunya adalah tokoh filsuf Oswald
Spengler di abad modern. Dimana perbedaan antara pemikiran filsuf abad
pertengahan dan modern sangatlah berbeda, yang membedakannya adalah para filsuf
abad pertengahan lebih mendasari pandangannya kepada agama, sedangkan pemikiran
filsuf pada abad modern mendasari
pandangannya kepada realita kehidupan yang terjadi pada manusia. Dari yang akan
dibahas tentang pandangan dan pemikiran filsafat sejarah menurut Oswald
Spengler di abad modern, akan jelas perbedaannya jika dibandingkan dengan para
filsuf di abad pertengahan. Pandangan dan pemikiran filsuf di abad modern lama
kelamaan semakin maju dan pandangan – pandangan
yang didasari dari agama pun mulai tak terlihat di abad ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Biografi Oswald Spengler ?
1.2.2
Bagaimana Pandangan dan Pemikiran Sejarah Spekulatif menurut Oswald Spengler ?
1.2.3
Bagaimana proses pola gerak Sejarah Oswald Spengler ?
1.2.4
Apa motor penggerak Sejarah Oswald Spengler ?
1.2.5
Bagaimana Arah dan Tujuan dari proses gerak Sejarah Oswald Spengler ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1.3.1.1
Untuk mengetahui biografi Oswald Spengler.
1.3.1.2
Untuk mengetahui dan memahami bagaiaman pandangan dan pemikiran sejarah menurut
Oswald Spengler.
1.3.1.3
Untuk mengetahui dan memahami proses pola gerak sejarah.
1.3.1.4
Untuk mengetahui motor penggerak sejarah.
1.3.1.5
Untuk mengetahui dan memahami arah dan tujuan dari proses gerak sejarah.
1.3.2 Manfaat
1.3.2.1
Dari rumusan masalah diatas akan dijelaskan pada bab pembahasan, diharapkan
akan mempemudah dalam mengetahui dan memahami pokok bahasan “Pandangan dan
pemikiran filsafat sejarah spekulatif abad modern (Oswald Spengler ) yang
mencakup biografi, pengertian, pandangan dan fikiran,proses pola gerak, motor
penggerak dan arah tujuan dari sejarah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi
Oswald Spengler
Oswald
Spengler seorang tokoh fisuf yang lahir 29 Mei pada tahun 1880 di Blankenburg
di kaki pengunungan Harz di Jerman Utara, beliau adalah anak tertua dari empat
bersaudara dan satu – satunya anak laki – laki. Ayahnya adalah seorang teknisi
pertambangan yang berasal dari garis panjang mineworkes, beliau adalah
seorang pejabat pos Jerman birokrasi. Spengler adalah seorang tokoh yang hidup
dalam kesederhanaan dengan tinggal dirumah kelas menengah, beliau meninggal
pada tahun 1936.
Ketika Oswald Spengler
berusia sepuluh tahun beliau berserta keluarganya pindah ke kota Universitas
Halle. Spengler mempelajari sastra atau sejarah yunani kuno, matematika, dan
sains di Munich, Berlin, dan Halic. Beliau juga mengembangkan afinitas kuat
untuk seni khususnya puisi, drama, dan musik. Kemudian Spengler memperoleh
gelarnya sebagai doktor dan sertifikat mengajar pada tahun 1904 untuk dua disertasi.
Spengler sempat mengajar di Saarbrucken dab Dusseldorf sebelum mengajar di
sebuah Gymnasium Hamburg (1908). Pada saat itu Gymnasium baru saja berdiri dan
hanya memiliki staf pengajar, disini beliau mengajar bahasa Jerman, sejarah,
matematika, dan sains.
Pada tahun 1910 ibu beliau
meninggal, beliau memperoleh warisan dari ibunya dimana harta warisan yang
ditinggalkan ibunya cukup banyak, seiring dengan pecahnya perang dunia I aliran
harta warisan ibunya dari luar negeri dihentikan. ia memutuskan untuk tetap
mengajar sampai pada tahun berikutnya, sebelum akhinya memutuskan untuk
berlatih menjadi penulis. Beliau mengawali menulis karya dengan sebuah buku
yang diberi judul Konservatif dan Liberal, dimana cakupan buku tersebut dirasa
meluas saat penelitiannya berkembang. Menjelang pecahnya perang, penyusunan
buku yang kemudian diberi judul Der Untergang des Abendlandes.
Sejak penerbitan Der
Untergang des Abendlandes yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris “The Decline
of the West” dianggap sebagai karya yang monumental yang berisi tentang
mengkaji fenomena pembentukan kebudayaan secara komparatif dengan komposisi
yang cenderung lebih berbentuk puisi, retorika, intuisi pribadi, dan wawasan
spiritual khusus tentang ide sejarah daripada berbentuk uraian yang metodis,
analisis yang logis dan sistematis. Pada tahun 1918 para sejarawan merasa
bingung terhadap karya Spengler, hampir secara keseluruhan mereka mencela karya
tersebut karena dianggap sebagai karya yang spekulatif, penuh kesalahan dan bahkan
dianggap tidak masuk akal oleh para sejarawan pada masa itu.
2.2 Pandangan dan Pemikiran
Sejarah Spekulatif pada Abad Modern Menurut Oswald Spengler
Menurut Oswald Spengler,
Kebudayaan merupakan makhluk organis alamiah yang timbul, tubuh, mekar, dan
menua sehingga tertimpa kehancuran. Spengler mengemukakan suatu konsepsi yang
berbeda tentang gerak sejarah dan interprestasi khusus tentang pertumbuhan dan
kehancuran kebudayaan. Konsepsi biologis
dari kebudayaan ini diuraikan spengler secara terperinci dalam karyanya The
Decline of the West, banyak persoalan esensial yang dikemukakannya tampak
gamblang.
Pertama – tama, beliau
menyerukan dilancarkannya revolusi Copernicean dalam pengkajian sejarah yang
meluruskan para sejarawan Eropa yang berpandangan bahwa kebudayaan mereka
merupakan kutub tetap bagi semua kebudayaan dan menjadi ukuran bagi kebudayaan
– kebudayaan lain, seperti halnya pandangan para ahli sebelum Copernicus
berdalil bahwa planet bumi tidaklah bergerak dan menjadi poros semua planet.
. Dengan
revolusi seperti itu, dalam memahami sejarah, kita bisa mengkaji setiap
kebudayaan secara teliti karena ia merupakan mahkluk organis yang mandiri dan
memiliki sifat – sifat mahkluk organis. Karena setiap kebudayaan merupakan
mahluk mandiri yang sepenuhnya terlepas dari kebudayaan lainnya dan tidak ada
jalan bagi setiap kebudayaan untuk berhubungan dengan kebudayaan lainnya,
setiap kebudayaan, dalam kedudukannya sebagai mahkluk organis dan wujud yang
hakiki, tetap merupakan kesatuan yang menutup diri. Kesamaan dalam objek dan
gaya pengungkapan antara satu kebudayaan dan kebudayaan lainya menurut Spengler
hanyalah merupakan ilusi. Itu hanya merupakan kesamaan dalam lahir saja, tidak
sampai pada subtansinya. Sebab, setiap kebudayaan merupakan ekspresi tentang
suatu semangat dan jiwa sedangkan semangat dan jiwa suatu kebudayaan yang satu
berbeda dengan semangat dan jiwa kebudayaan lainya
Atas dasar itu, Spengler menyatakan perlunya pengkajian setiap
kebudayaan dalam kedudukannya sebagai kesatuan yang mandiri atau lingkaran
tertutup, yang tidak ada hubungannya dengan
kebudayaan lain, kecuali melalui jalur – jalur khusus yang tidak memperbolehkan
tumbuhnya suatu pengaruh yang tidak sesuai dengan subtansi kebudayaan itu.
Teori baru dalam memahami sejarah ini dikemukakan Spengler ketika ia memutuskan
untuk melakukan sekali lagi apa yang telah dilakukan Copernicus sebelumnya. Ini
dilakukannya dengan pernyataannya, dengan atas nama ruang yang tidak terbatas,
bahwa semangat Barat dalam hal yang berkenaan dengan alam sejak lama telah
melakukan revolusi demikian, ketika Barat meninggalkan sistem kosmos menurut
teori Ptolemean dari penganut sistem kosmos yang diterima sekarang.
Dari sinilah Spengler
berpendapat, bahwa ia harus melepaskan diri dari ide pembagian sejarah menjadi
tiga periode, yaitu sejarah zaman kuno, sejarah zaman pertengahan, dan sejarah
zaman modern. Menurutnya, pembaggian zaman seperti ini tidak mempunya landasan
yang kokoh, tidak bermakna, dan tidak dibenarkan rasio. Akan tetapi menurutnnya,
pembagian itu begitu mendominasi pemikiran para sejarawan Barat yang
berpendapat bahwa kawasan eropa adalah pusat real umat manusia karena ia
merupakan kawasan unikyang dipilih diatas bola bumi tanpa sebab yang jelas,
kecuali karena bangsa – bangsa eropa tinggal diatas kawasan itu. Oleh karena
itu, metode Barat mengenai pembagian zaman sejarah ini disebut Spengler dengan
metode Ptolomean.
Kritik revolusioner atas
dasar metode – metode penelitian sejarah yang selama ini menimbukan akibat –
akibat lain, yang dianggap perlu dan benar oleh Spengler, di antarannya adalah
tinjauan objektif atas sejarah memerlukan pengkajian atas kebudayaan –
kebudayaan yang tidak melibatkan diri dalam kebohongan yang tidak terhormat
dalam membahas sumber – sumbernya dan dampak – dampak luar atas pertumbuhan dan
perkembangannya. Jadi, tidak ada suatu interprestasi terhadap suatu kebudayaan
yang keluar dari kebudayaan itu sendiri, kecuali demi perbandingan saja. Dia berpendapat
bahwa para sejarawan yang menyatakan adannya hubungan antara kebudayaan, yaitu
hubungan antara sebab dan akibat, telah melakukan kekeliruan. Sebab, mereka
memaksudnnya dengan ide pengaruh dan keterpengaruhan, padahal keserupaan yang
merek lihat pada sebagian citra dan kondisi antara satu satu kebudayaan dan
kebudayaan lainnya hanyalah keserupaan dalam manifestasi luarnya saja. Bahkan
ia hanya semacam pembentukan semu yang terjadi sewaktu suatu kebudayaan lama
telah tersebar luas berurat akar dikawasan kebudayaan baru, yang membuat kebudayaan baru itu sulit
berkembang secara alamiah. Karena kebudayaan baru tersebut tidak mampu
mengembangkan pola kekhasannya, terhalanglah perkembangan kesadarannya terhadap
dirinya sendiri.
Segala sesuatu yang timbul
dari relung – relung semangatnnya yang masih lemah ini dengan cepat terjerumus
kedalam pola – pola kosong yang ditinggalkan oleh kebudayaan lama, yang
sebenarnnya asing baginnya. Itulah kritik keras Spengler terhadap metode penelitian historis yang berkembang pada abad
18 dan 19, sebagai akibat sikap kritisnya terhadap teori sejarah yang bergerak
maju. Patut dicatat pula bahwa terjadinnya perang dunia I, dengan segala derita
dan malapetakanya, telah membuat sebagian penulis bersikap pesimistis dan menentang
teori sejarah yang bergerak secara maju tersebut. Boleh jadi, Spengler dengan
karyanya, merupakan juru bicara kelompok penentang ini, yang bahkan dengan
berani, mengganti teori tersebut dengan hukum kausalitas logis yang erat
kaitannya dengan ide dan nasib.
Untuk memahami teori baru
ini, menurut Spengler, “kita memerlukan pengalaman hidup, bukan pengalaman
ilmiah yang bersifat mekanistis. Kita memerlukan bakat intuisi, bukan bakat
yang berhubungan dan merangkai, dan kita memerlukan kedalaman, bukan rasio.”
atas dasar itu, ia beranggapan bahwa setiap maujud (yang dijadikan) memiliki
logika organisasi hidup, yang logika instingtif yang mirip impian dan lawan
logika anorganis, yaitu logika benak. Agar lebih memahami pengertian kausa dan
nasib menurut Spengler ini, berikut kutipan uraian Abdurrahman Badawi
“kausalitas adalah hal yang logis, hukum, hal yang bisa diungkapkan, dan ia
adalah pertanda wujud kita seluruhnnya yang sadar dan rasional, Adapun nasib
adalah keyakinan batin yang oleh manusia hendaknnya tidak diberinya (sifat)
atribut, dan tidak diungkapkan. Dalam mengadakan interprestasi, kausalitas menganilis
konsepsi – konsepsi dan pengungkapannya dengan bahasa bilangan, sedangkan nasib
tidak bisa diungkapkan, kecuali melalui seni, melalui bentuk atau cerita
teateral ataupun petikan musik. Jadi yang pertama ditegakkan di atas analisis
atau penghancuran, sementara yang kedua ditegakkan diatas penciptaan.
Kisah kebudayaan, menurut
Spengler, adalah kisah yang tiada hentinya. Pada masa depan akan ada kebudayaan
– kebudayaan yang tidak terhitung jumlahnnya. Kebudayaan Barat hanyalah
merupakan salah satu dari kebudayaan – kebudayaan itu, yang para pemiliknya
sedang terbuai dalam cinta diri yang membuat mereka berpandangan bahwa
kebudayaan mereka adalah pusat semua kebudayaan. oleh karena itu, filsuf
sejarah harus mengadakan kajian perbandingan atas komposisi – komposisi khusus
dari kebudayaan – kebudayaan itu.
Pengkajian atas komposisi
kebudayaan, menurut Spengler adalah pengkajian atas pola jenis kehidupan dan
ritme historisnya. Melalui kajian ini, sang filsuf berharap dapat menyajikan
kategori – kategori esensial yang bisa menjelaskan perkembangan historis
kebudayaan – kebudayaan itu secara terperinci. Meskipun penyerupaan kebudayaan
dengan mahkluk hidup, dari segi pertumbuhan, perkembangan, ketuaan dan
kehancurannya, yang dilakukan Spengler ini terlalu berlebihan, hendaklah tidak
mendorong kita untuk berpendapat bahwa ia tidak mengkaji kebudayaan – kebudayaan
dalam kedudukannya sebagai fenomena spiritual yang tenggelam dalam lingkungan –
lengkungan fisik. Sebab, kebudayaan menurut Spengler adalah kebangkitan
spiritual suatu kelompok manusia yang terefleksikan dalam berbagai kegiatan
mereka, baik dalam seni, filsafat, politik, ekonomi maupun perang.
Dalam pengertian demikian,
konsepsi kelompok itu, yang dibatasi oleh ruang tempat mereka hidup dan
melaksanakan kegiatan – kegiatan mereka, adalah bidang ungkapan tentang
kebangkitan spiritual itu. Konsepsi yang dibatasi ruang ini, menurut Spengler,
merupakan simbol pertama kebudayaan dan kunci real guna memahami sejarah
kebudayaan. Lahirnya suatu kebudayaan, menurut Spengler, terjadi “pada saat
jiwa yang besar bangkit dan terpisah dari kondisi spiritualitas pertama masa
anak – anak mempunyai gambaran seperti halnnya timbulnya batas dan keabadian
dari pembatasan, dan ia tumbuh dalam lahan lingkungan yang sepenuhnya bisa
dibatasi dengan tetap terikat dengan seperti terikatnya tumbuhan lahan tempat
ia tumbuh.”
Dengan lahirnnya
kebudayaan baru, anarki mutlak yang sebelumnya begitu dominan berubah menjadi
tunduk pada kehendak sistem kreatif yang mendorong penciptaan dalam berbagai
bidang kultural. Vitalitas kreativitas dalam kebudayaan itu akan tetap
berlangsung samapai ia memasuki periode tua, setelah melalui periode remaja dan
periode muda. Kemampuannya untuk memberi telah pudar dan menjadi seperti pohon
yang kehilangan keremajaannya dan kegairahan hidupnnya. Hilangnnya periode
penciptaan kulturalnya dan masuklah ia pada perode pencitarasaan materil dan
tinjauan intelektual. Dengan demikian, kebudayaan pun berubah menjadi
peradapan, dan rasio mendominasi manifestasi – manifestasi pemikiran, segala
sesuatu tunduk pada logika sebab – akibat, mekanisme murni menjadi yang lebih
dominan, dan kreativitas artitis dan filosofis mejadi sirna. yang kemudian,
yang tertinggal hanyalah kehancuran.
2.4 Pola dan Irama Gerak Sejarah
Oswald Spengler
Pandanganya
terhadap gerak sejarah didasarkan atas kehidupan organis yang dikuasai oleh hukum siklus yaitu gerak lingkar. Oleh karena
itu ia dapat meramalkan kebudayaan eropa yang telah mencapai kejayaanya
pasti akan mengalami keruntuhanya. Karena menurutnya kebudayaan eropa sudah
mencapai usia tua dan sesuai dengan hokum siklus akan segera runtuh
Menurut
Ankersmit, umumnya terdapat tiga hal yang
menjadi kajian filsafat
sejarah spekulatif, yaitu pola
gerak sejarah, motor
yang menggerakkan proses sejarah, dan tujuan gerak sejarah. Kini mari
kita beralih pada
uraian tentang seorang filosof
sejarah lain yaitu Oswald Spengler (meninggal pada tahun 1936 ). Karya Oswald Spengler yang
berpengaruh adalah Der Untergang des Abendlandes (Decline of the West) atau
Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa. Ramalan itu
didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil
Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama dengan
kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan
kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Hukum itu
tampak pada siklus:
No
|
Alam
|
Manusia
|
Tumbuhan
|
Hari
|
Kebudayaan
|
1
|
Musim Semi
|
Masa kanak
|
Masa Pertumbuhan
|
Pagi
|
tumbuh
|
2
|
Musim Panas
|
Masa pemuda
|
Masa Perkembangan
|
Siang
|
Berkembang
|
3
|
Musim Rontok
|
Masa dewasa
|
Masa Berbuah
|
Sore
|
Kejayaan
|
4
|
Musim Dingin
|
Masa Tua
|
Masa Rontok
|
Malam
|
Keruntuhan
|
Proses gerak sejarah kebudayaan manusia bergerak secara “spiral” perpaduan
gerak siklus dan linear, seperti tabel yang ada di atas bahwa setiap kebudayaan
bergerak secara siklikal melaui empat tahap atau masa perkembangan yang semua
berakhir pada kehancuran atau kematian (Civilized).
2.4 Motor Peggerak Sejarah Oswald
Spengler
Motor penggerak sejarah Schicksal
(hukum alam atau nasib), Pola gerak
kehidupan kebudayaan dalam segalanya sama dengan kehidupan
obyek organik lainnya seperti kehidupan hewan, tumbuh - tumbuhan, manusia, dan lain
sebagainnya. Bahkan sama pula dengan pola gerak
kehidupan alamiah.
2.5 Arah dan Tujuan Gerak Sejarah
Oswald Spengler
Gerak sejarah tidak bertujuan (Amor Fati) suatu kecuali
melahirkan, membesarkan, mengembangkan, dan meruntuhkan kebudayaan,
itulah tujuannya. Mempelajari
sejarah tujuannya ialah untuk mengetahui tingkat suatu kebudayaan seperti seseorang individu yang seorang
dokter menentukan sifat penyakit seorang yang sakit, sesudah diagnose
ditentukan, nasib
kebudayaan itu dapat diramaikan sehingga untuk
seterusnya pemilik kebudayaan itu dapat menentukan sikap hidup.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Oswald
Spengler seorang tokoh fisuf yang lahir 29 Mei pada tahun 1880 di Blankenburg
di kaki pengunungan Harz di Jerman Utara, beliau adalah anak tertua dari empat
bersaudara dan satu – satunya anak laki – laki. Ayahnya adalah seorang teknisi
pertambangan yang berasal dari garis panjang mineworkes, beliau adalah
seorang pejabat pos Jerman birokrasi. Spengler adalah seorang tokoh yang hidup
dalam kesederhanaan dengan tinggal dirumah kelas menengah, beliau meninggal
pada tahun 1936.
Menurut Oswald Spengler, Kebudayaan merupakan makhluk organis alamiah yang
timbul, tubuh, mekar, dan menua sehingga tertimpa kehancuran. Spengler
mengemukakan suatu konsepsi yang berbeda tentang gerak sejarah dan
interprestasi khusus tentang pertumbuhan dan kehancuran kebudayaan. Konsepsi biologis dari kebudayaan ini diuraikan
spengler secara terperinci dalam karyanya The Decline of the West, banyak
persoalan esensial yang dikemukakannya tampak gamblang.
Proses gerak sejarah kebudayaan manusia bergerak secara “spiral” perpaduan
gerak siklus dan linear, seperti tabel yang ada di atas bahwa setiap kebudayaan
bergerak secara siklikal melaui empat tahap atau masa perkembangan yang semua
berakhir pada kehancuran atau kematian (Civilized). Motor penggerak sejarah
Schicksal (hukum alam atau nasib), arah dan arah gerak sejarah tidak bertujuan
(Amor Fati).
DAFTAR PUSTAKA
Moeflin
Hasbullah, M. A. dan Dedi Supriyadi, M. Ag. 2012. Filsafat Sejarah. Bandung:
Pustaka Setia.
Rabu, 19 November 2014
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sistem
politik diartikan sebagai wujud kebijaksanaan dan strategi nasional geografi
suatu negara yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung
atau tidak langsung kepada sistem poltik suatu negara. dan sebaliknya politik
suatu negara secara langsung akan berdampak pada geografi suatu negara yang
bersangkuatan.
Sistem politik bertumpu pada geografi sosial ( hukum
geografi ) mengetahui situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala
sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi suatu negara.
Dorongan kuat untuk mewujudkan persatuan da kesatuan
Indonesia tercermin pada monumen Sumpah Pemuda tahun 1928. kemudian dilajutkan
dengan perjuangan kemerdekaaan yang puncaknya terjadi pada saat proklamasi
kemerdekaam RI tanggal 17 agustus 1945.
Tentunya banyak faktor - faktor yang melatar belakangi
terbentuknya dan mempengaruhi Wawasan Nusantara ini yang diantaranya; wilayah,
geopolitik dan geostrategi, serta perkembangan wilayah Indonesia dan dasar
hukumnya.
Wawasan
Nusantara memiliki unsur-unsur dasar diantaranya; wadah, isi wawasan nusantara,
serta tata laku Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara tentunya memiliki
implementasi tertentu agar Wawasan Nusantara dapat di akui di berbagai penjuru
dunia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Pengertian
Geopolitik Indonesia ?
1.2.2 Bagaimana Wawasan
Nusantara Sebagai Indonesia ?
1.2.3 Apa Latar
Belakang Konsepsi Nusantara ?
1.2.4 Apa dan
Bagaimanan Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara ?
1.2.5 Bagaimana
Implementasi Wawasan Nusantara ?
1.3
Tujuan dan Manfaat
1.3.1
Tujuan
1.3.1.1 Mengetahui
Pengertian Geopolitik Indonesia.
1.3.1.2 Mengetahui Bagaimana
Nusantara Sebagai Indonesia.
1.3.1.3 Mengetahui
Latar Belakang Konsepsi Nusantara.
1.3.1.4 Mengetahui
Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara.
1.3.1.5 Mengetahui
Implementasi Wawasan Nusantara.
1.3.2
Manfaat
1.3.2.1 Dari makalah
dengan pokok bahasan “Geopolitik Indonesia” dimana dibuat untuk mengetahui dan
memahami isi dari pembahasannya tentang pengertian Geopolitik Indonesia itu
sendiri, sampai yang paling akhir adalah Implementasi dari wawasan Nusantara.
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Geopolitik
Geopolitik berasal dari dua kata,
yaitu “geo” dan “politik“. Maka,
Membicarakan pengertian geopolitik, tidak terlepas dari pembahasan mengenai
masalah geografi dan politik. “Geo” artinya Bumi/Planet Bumi. Menurut Preston
E. James, geografi mempersoalkan tata ruang, yaitu sistem dalam hal menempati
suatu ruang di permukaan Bumi. Dengan demikian geografi bersangkut-paut dengan
interrelasi antara manusia dengan lingkungan tempat hidupnya. Sedangkan
politik, selalu berhubungan dengan kekuasaan atau pemerintahan.
Dalam
studi Hubungan
Internasional, geopolitik merupakan suatu kajian yang melihat
masalah/hubungan internasional dari sudut pandang ruang atau geosentrik.
Konteks teritorial di mana hubungan itu terjadi bervariasi dalam fungsi wilayah
dalam interaksi, lingkup wilayah, dan hirarki aktor: dari nasional,
internasional, sampai benua-kawasan, juga provinsi atau lokal.
Dari
beberapa pengertian di atas, pengertian geopolitik dapat lebih disederhanakan
lagi. Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalah-masalah geografi,
sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada percaturan politik internasional. Geopolitik
mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang mencakup
lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik mempunyai 4
unsur pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi, hubungan timbal
balik antara geografi dan politik, serta unsur kebijaksanaan.
Negara
tidak akan pernah mencapai persamaan yang sempurna dalam segala hal. Keadaan
suatu negara akan selalu sejalan dengan kondisi dari kawasan geografis yang
mereka tempati. Hal yang paling utama dalam mempengaruhi keadaan suatu negara
adalah kawasan yang berada di sekitar negara itu sendiri, atau dengan kata
lain, negara-negara yang berada di sekitar (negara tetangga) memiliki pengaruh
yang besar terhadap penyelenggaraan suatu negara.
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa terdapat dua golongan negara, yaitu
golongan negara “determinis” dan golongan negara “posibilitis”. Determinis
berarti semua hal yang bersifat politis secara mutlak tergantung dari keadaan
Bumi/posisi geografisnya. Negara determinis adalah negara yang berada di antara
dua negara raksasa/adikuasa, sehingga, secara langsung maupun tidak langsung,
terpengaruh oleh kebijakan politik luar negeri dua negara raksasa itu.
Sebenarnya,
faktor keberadaan dua negara raksasa, bukanlah satu-satunya faktor yang
mempengaruhi keadaan suatu negara yang berada diantaranya. Faktor lain seperti
faktor ideologi, politik, sosial, budaya dan militer, juga merupakan faktor
yang mempengaruhi. Hanya saja, karena besarnya kekuasaan dua negara besar
tersebut, maka keberadaannya menjadi faktor yang begitu dominan dalam
mempengaruhi keadaan negara yang bersangkutan.
Golongan
negara yang kedua adalah golongan negara posibilitis. Golongan ini merupakan
kebalikan dari golongan determinis. Negara ini tidak mendapatkan dampak yang
terlalu besar dari keberadaan negara raksasa, karena letak geografisnya
tidaklah berdekatan dengan negara raksasa. Sehingga, faktor yang cukup dominan
dalam mempengaruhi keadaan negara ini adalah faktor-faktor seperti ideologi,
politik, sosial, budaya dan militer, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Tentunya, keberadaan negara-negara lain di sekitar kawasan tersebut juga turut
menjadi faktor yang berpengaruh, hanya saja tidak terlalu dominan.
Geopolitik,
dibutuhkan oleh setiap negara di dunia, untuk memperkuat posisinya terhadap
negara lain, untuk memperoleh kedudukan yang penting di antara masyarakat
bangsa-bangsa, atau secara lebih tegas lagi, untuk menempatkan diri pada posisi
yang sejajar di antara negara-negara raksasa.
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa keadaan geografi suatu negara sangat mempengaruhi berbagai
aspek dalam penyelenggaraan negara yang bersangkutan, seperti pengambilan keputusan,
kebijakan politik luar negeri, hubungan perdagangan dll. Maka dari itu,
muncullah organisasi-organisasi internasional yang berdasarkan pada
keberadaannya dalam suatu kawasan, seperti ASEAN, Masyarakat Ekonomi Eropa, The
Shanghai Six dll. Komunitas-komunitas internasional ini berperan dalam hal
kerjasama kawasan, penyelesaian masalah bersama, usaha penciptaan perdamaian
dunia, dll.
Hal
ini berkaitan langsung dengan peranan-peranan geopolitik. Adapun
peranan-peranan tersebut adalah:
- Berusaha menghubungkan
kekuasaan negara dengan potensi alam yang tersedia;
- Menghubungkan kebijaksanaan
suatu pemerintahan dengan situasi dan kondisi alam;
- Menentukan bentuk dan corak
politik luar dan dalam negeri;
- Menggariskan pokok-pokok haluan
negara, misalnya pembangunan;
- Berusaha untuk meningkatkan
posisi dan kedudukan suatu negara berdasarkan teori negara sebagai
organisme, dan teori-teori geopolitik lainnya;
- Membenarkan tindakan-tindakan
ekspansi yang dijalankan oleh suatu negara.
2.2 Wawasan
Nusantara sebagai Geopolitik Indonesia
Cara
pandang suatu bangsa memandang tanah air dan beserta lingkungannya menghasilkan
wawasan nasional. Wawasan nasional itu selanjutnya menjadi pandangan atau visi
bangsa dalam menuju tuannya. Namun tidak semua bangsa memiliki wawasan nasional
Inggris adalah salah satu contoh bangsa yang memiliki wawasan nasional yang
berbunyi” Britain rules the waves”. Ini berarti tanah inggris bukan hanya
sebatas pulaunya, tetapi juga lautnya. Adapun bangsa Indonesia memiliki wawasan
nasional yaitu wawasan nusantara.
Apakah
wawasan Nusantara itu? Secara konsepsional wawasan nusantara (Wasantara)
merupakan wawasan nasionalnya bangsa Indonesia. Perumusan wawasan nasional
bangsa Indonesia yang selanjtnya disebut Wawasan Nusantara itu merupakan salah
satu konsepsi politik dalam ketatanegaraan Republik Indonesia.
Sebagai
Wawasan nasional dari bangsa Indonesia maka wilayah Indonesia yang terdiri dari
daratan, laut dan udara diatasnya dipandang sebagai ruang hidup (lebensraum)
yang satu atau utuh. Wawasan nusantara sebagai wawasan nasionalnya
bangsa Indonesia dibangun atas pandangan geopolitik bangsa. Pandangan bangsa
Indonesia didasarkan kepada konstelasi lingkungan tempat tinggalnya yang
menghasilakan konsepsi wawasan Nusantara. Jadi wawasan nusantara merupakan
penerapan dari teori geopolitik bangsa Indonesia.
Wawasan
Nusantara berasal dari kata Wawasan dan Nusantara. Wawasan berasal dari kata
wawas (bahasa Jawa) yang berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi.
Selanjutnya muncul kata mawas yang berarti memandang, meninjau atau melihat.
Wawasan artinya pandangan, tujuan, penglihatan, tanggap indrawi. Wawasan berarti
pula cara pandang, cara melihat.
Nusantara
berasal dari kata nusa dan antara. Nusa
artinya pulau atau kesatuan kepulauan. Antara artinya menunjukkan letak anatara
dua unsur. Nusantara artinya kesatuan kepulauan yang terletak antara dua benua,
yaitu benua Asia dan Australia dan dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan
Pasifik. Berdasarkan pengertian modern, kata “Nusantara” digunakan sebagai
pengganti nama Indonesia.
Wawasan
Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya
sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam. Atau cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia menganai diri dan lingkungannya, dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayahh dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kedudukan
wawasan nusantara adalah sebagai visi bangsa. Visi adalah keadaan atau rumusan
umum mengenai keadaan yang dinginkan. Wawasan nasional merupakan visi bangsa
yang bersangkutan dalam menuju masa depan. Visi bangsa Indonesia sesuai dengan
konsep wawasan Nusantara adalah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah yang
satu dan utuh pula.
2.3 Latar Belakang Konsepsi Wawasan Nusantara
Latar
belakang yang mempengaruhi tumbuhnya konsespi wawasan nusanatara adalah sebagai
berikut :
a. Aspek Historis
Dari
segi sejarah, bahwa bangsa Indonesia menginginkan menjadi bangsa yang bersatu
dengan wilayah yang utuh adalah karena dua hal yaitu :
- Kita pernah mengalami kehidupan
sebagai bangsa yang terjajah dan terpecah, kehidupan sebagai bangsa yang
terjajah adalah penederitaaan, kesengsaraan, kemiskinan dan kebodohan.
Penjajah juga menciptakan perpecahan dalam diri bangsa Indonesia. Politik
Devide et impera. Dengan adanya politik ini orang-orang Indonesia justru
melawan bangsanya sendiri. Dalam setiap perjuangan melawan penjajah selalu
ada pahlawan, tetapi juga ada pengkhianat bangsa.
- Kita pernah memiliki wilayah
yang terpisah-pisah, secara historis wilayah Indonesia adalah
wialayah bekas jajahan Belanda . Wilayah Hindia Belanda ini masih terpisah
- pisah berdasarkan ketentuan Ordonansi 1939 dimana laut territorial
Hindia Belanda adalah sejauh 3 (tiga) mil. Dengan adanya ordonansi
tersebut , laut atau perairan yang ada diluar 3 mil tersebut merupakan
lautan bebas dan berlaku sebagai perairan internasional. Sebagai bangsa
yang terpecah-pecah dan terjajah, hal ini jelas merupakan kerugian besar
bagi bangsa Indonesia. Keadaan tersebut tidak mendudkung kita dalam
mewujudkan bangsa yang merdeka, bersatu dan berdaulat.Untuk bisa
keluar dari keadaan tersebut kita membutuhkan semangat kebangsaan yang
melahirkan visi bangsa yang bersatu. Upaya untuk mewujudkan wilayah
Indonesia sebagai wilayah yang utuh tidak lagi terpisah baru
terjadi 12 tahun kemudian setelah Indonesia merdeka yaitu ketika Perdana
Menteri Djuanda mengeluarkan pernyataan yang selanjutnya disebut
sebagai Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957. Isi pokok
dari deklarasi tersebut menyatakan bahwa laut territorial Indonesia tidak
lagi sejauh 3 mili melainkan selebar 12 mil dan secara resmi menggantikam
Ordonansi 1939. Dekrasi Djuanda juga dikukuhkan dalam UU No.4/Prp Tahun
1960 tenatang perairan Indonesia yang berisi :
a) Perairan
Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman
Indonesia
b) Laut wilayah
Indonesia adalah jalur laut 12 mil laut
c) Perairan
pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam dari
garis dasar.
Keluarnya Deklarasi Djuanda
melahirkan konsepsi wawasan Nusantara dimana laut tidak lagi sebagai pemisah,
tetapi sebagai penghubung.UU mengenai perairan Indonesia diperbaharui
dengan UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
Deklarasi Djuanda juga diperjuangkan
dalam forum internasional. Melalui perjuangan panjanag akhirnya
Konferensi PBB tanggal 30 April menerima “ The United Nation Convention On The
Law Of the Sea”(UNCLOS) . Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut
Indonesia diakui sebagai negara dengan asas Negara Kepulauan (Archipelago
State).
b. Aspek
Geografis dan Sosial Budaya
Dari
segi geografis dan Sosial Budaya, Indonesia meruapakan negara bangsa
dengan wialayah dan posisi yang unik serta bangsa yang heterogen. Keunikan
wilayah dan dan heterogenitas menjadikan bangsa Indonesia perlu memilikui visi
menjadi bangsa yang satu dan utuh. Keunikan wilayah dan heterogenitas itu
anatara lain sebagai berikut :
- Indonesia bercirikam negara
kepulauan atau maritim
- Indonesia terletak anata dua
benua dan dua sameudera(posisi silang)
- Indonesia terletak pada garis
khatulistiwa
- Indonesia berada pada iklim
tropis dengan dua musim
- Indonesia menjadi pertemuan dua
jalur pegunungan yaitu sirkumpasifik dan Mediterania
- Wilayah subur dan dapat dihuni
- Kaya akan flora dan fauna dan
sumberdaya alam
- Memiliki etnik yang banyak
sehingga memiliki kebudayaan yang beragam
- Memiliki jumlah penduduk dalam
jumlah yang besar, sebanyak 218.868 juta jiwa
c. Aspek
Geopolitis dan Kepentingan Nasional
Prinsip
geopolitik bahwa bangsa Indonesia memanndang wikayahnya sebagai ruang
hidupnya namun bangsa Indonesia tidak ada semangat untuk memperluas wilayah
sebagai ruang hidup (lebensraum). Salah satu kepentingan nasional Indonesia
adalah bangaimanan menjadikan bangsa dan wilayah negara Indonesia senantiasa
satu dan utuh. Kepentingan nasional itu merupakan turunan lanjut dari cita-cita
nasional, tujuan nasional maupun visi nasional
Nusantara (archipelagic) dipahami
sebagai konsep kewilayahan nasional dengan penekanan bahwa wilayah negara
Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang dihubungkan oleh laut. Laut yang
menghubungkan dan mempersatukan pulau-pulau yang tersebar di seantero
khatulistiwa. Sedangkan Wawasan Nusantara adalah konsep politik bangsa
Indonesia yang memandang Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, meliputi
tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya dan udara
di atasnya secara tidak terpisahkan, yang menyatukan bangsa dan negara secara
utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek
politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Wawasan Nusantara sebagai konsepsi
politik dan kenegaraan yang merupakan manifestasi pemikiran politik bangsa
Indonesia telah ditegaskan dalam GBHN dengan Tap. MPR No.IVtahun 1973.
Penetapan ini merupakan tahapan akhir perkembangan konsepsi negara kepulauan
yang telah diperjuangkan sejak Dekrarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957.
Hakekat
dan tujuan wawasan nusantara adalah kesatuan dan persatuan dalam kebinekaan
yang mengandung arti :
- Penjabaran tujuan nasional yang
telah diselaraskan dengan kondisi posisi, dan potensi georafi, serta
kebinekaan budaya
- Pedoman pola tindak dan pola
pikir kebijakasanaan nasional
- Hakikat wawasan nusantara :
persatuan dan nkesatuan dalam kebinekaan.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
dirumuskan fungsi-fungsi wawasan nusantara sebagai berikut :
- Menumbuhkan dan mengembangkan
kesadaran, paham dan semangat kebangsaan Indonesia.
- Menanamkan dan memupukan
kecintaan pada tanah air indonesia sehingga rela berkorban untuk
membelanya.
- Menumbuhkan kesadaran dan
pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga negara yang
bangga pada negara Indonesia.
- Mengembangkan kehidupan bersama
yang multikultural dan plural berdasarkan nilai-nilai persatuan dan
kesatuan.
- Mengembangkan keberadaan
masyarakat madani sebagai pengembangan kekuasaan pemerintah.
2.4
Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara
a. Kedudukan (status) Wawasan Nusantara
Kedudukan wawasan nusantara adalah posisi, cara
pandang, dan perilaku bangsa Indonesia mengenai dirinya yang kaya akan berbagai
suku bangsa, agama, bahasa, dan kondisi lingkungan geografis yang berwujud
negara kepulauan, berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Wawasan nusantara merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh
rakyat agar tidak terjadi penyesatan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.
Wawasan nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya
sebagai berikut :
1.
Pancasila sebagai falsafah, ideologi
bangsa dan dasar Negara
2.
UUD 1945 sebagai landasan konstitusi
sebagai Negara, berkedudukan sebagai landasan konstitusional
3.
Wawasan nusantara sebagai visi nasional,
berkedudukan sebagai landasan visional
4.
Ketahanan nasional sebagai konsepsi
nasional atau sebagai kebikjasanaan nasional, berkedudukan sebagai landasan
operasional
b. Fungsi Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala kebijakan, keputusan,
tindakan, dan perbuatan bagi penyelenggaraan negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c. Tujuan Wawasan Nusantara
Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu :
a.
Tujuan nasional, dapat dilihat
dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa
tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial".
b.
Tujuan ke dalam adalah mewujudkan
kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka
dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi
kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan
membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di
seluruh dunia.
Dengan adanya wawasan nusantara kita dapat mempererat rasa persatuan
diantara penduduk Indonesia yang beragam suku, agama, budaya. Kita dapat
memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan perjuangan, cinta tanah air
serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa. Ketahanan nasional merupakan kondisi
yang harus diwujudkan agar proses pencapaian tujuan nasional dapat berjalan
dengan sukses.
2.5
Implementasi wawasan nusantara
1. Wawasan nusantara sebagai
pancaran falsafah pancasila
Falsafah
pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa indonesia yang sesuai dengan
aspirasinya. konsep wawasan nusantara berpangkal pada dasar ketuhanan yang maha
esa sebagai sila pertama. wawasan nusantara sebagai aktualisasi falsafah
pancasila menjadi landasan dan pedoman bagi pengelolaan kelangsungan hidup
bangsa Indonesia.
Dengan
demikian wawasan nusantara menjadi pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek
kehidupan nasional untuk menjamin kesatuan, persatuandan keutuhan bangsa, serta
upaya untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.
2. Wawasan nusantara dalam
pembangunan nasional
a.
Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik
b.
Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi
c.
Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial budaya
d.
Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan keamanan.
3. Penerapan wawasan nusantara
a. Manfaat penerapan
wawasa nusantara adalah diterimanya konsepsi nusantara di forum Internasional
sehingga wilayah teritorial indonesia bisa terjamin.
b. Luasnya wilayah
sebagai ruang hidup menghasilkan sumber daya alam yang cukup besar untuk kesejahteraan
bangsa Indonesia.
c. Bertambahnya luas
wilayah Indonesia diterima oleh dunia Internasional
d. Penerapan wawasan
nusantara dalam pembangunan negara di berbagai bidang tanpak pada berbagai
proyek pembangunan sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi.
e. Penerapan di bidang
sosial budaya terlihat pada kebijaksanaan untuk menjadikan bangsa indonesia
yaitu bhinneka tunggal ika.
f. Penerapan wawasan
nusantara di bidang pertahanan keamanan terlihat pada kesiapsiagaan menghadapi
ancaman bangsa lain.
4. Hubungan wawasan nusantara dan
ketahanan nasional
Dalam
penyelenggaraan kehidupan nasional agar tetap mengarah pada pencapaian tujuan
nasional diperlukan suatu landasan dan pedoman yang kokoh berupa konsepsi wawasan
nasional. wawasan nasinal Indonesia adalah wawasan nusantara yang merupakan
pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujan nasional.
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Geopolitik
adalah suatu studi yang mengkaji masalah-masalah geografi, sejarah dan ilmu
sosial, dengan merujuk kepada percaturan politik internasional. Geopolitik
mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang mencakup
lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik mempunyai 4
unsur pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi, hubungan timbal
balik antara geografi dan politik, serta unsur kebijaksanaan.
Wawasan
Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya
sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam. Atau cara pandang
dan sikap bangsa Indonesia menganai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayahh dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kedudukan
wawasan nusantara adalah sebagai visi bangsa. Visi adalah keadaan atau rumusan
umum mngenai keadaan yang dinginkan. Wawasan nasional merupakan visi bangsa
yang bersangkutan dalam menuju masa depan. Visi bangsa Indonesia sesuai dengan
konsep wawasan Nusantara adalah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah yang
satu dan utuh pula.
Latar
belakang yang mempengaruhi tumbuhnya konsespi wawasan nusanatara adalah sebagai
berikut : Aspek Historis, Aspek Geografis dan Sosial Budaya, dan Aspek
Geopolitis dan Kepentingan Nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H.
Kaelan, M. S. dan Drs. H. Achmad Zubaidi, M. Si. 2012. Pendidikan
Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Langganan:
Postingan (Atom)